Senin, 22 Juni 2015

It is fine

It is okay not to be special
It is okay not to be the best
It is okay not to be the greatest

It is fine if you just like the others
It is fine to be mainstream
It is fine.. it is fine..

-B-
21/06/2015

Minggu, 21 Juni 2015

Miss Independent.. That's why I love her..

I just had a morning chat with my friend who live abroad.

Jadi ceritanya adalah...
Gue kagum banget sama temen gue ini.
Dia dari SMA udah dikirim sekolah di luar kota, sekarang pun living abroad.
Belajar hidup sendiri, tidak tergantung orangtua atau saudara,
Mengurus semua keperluan hidup sendiri, semua serba mandiri.

Dia bilang, waktu SMA rasanya emang berat banget ngejalaninnya.
Tapi pas udah kerja dan dewasa kayak sekarang akhirnya dia udah merasa terbiasa dan tidak pernah bermasalah dengan yang namanya business travel atau solo travel.

Semua saudara kandungnya sengaja dikirim ke luar kota atau ke luar negeri sejak SMA, 'dipaksa' untuk bisa hidup sendiri dan menjaga kepercayaan dan tanggung jawab dari orangtua.

"Tapi ga semua orang punya budget yang cukup untuk mengirimkan anaknya ke luar kota apalagi ke luar negeri untuk sekolah, Brenda.."

Ya, iya sih.. My parents too.. That's why I am here. Writing this not-so-short blogpost about independency.. (while i am nowhere near independent)

Kemandirian seorang anak pastinya banyak dipengaruhi oleh cara asuh dan didik orangtua. Kepercayaan dari orangtua yang akan sangat banyak membantu seorang anak untuk berkembang.

Apakah semua anak yg dikirim oleh orangtuanya ke luar kota/negeri akan menjadi anak yang mandiri? Ya nggak juga sih.. ada banyak faktor penentu selama perjalanan dari anak itu SMA hingga dia dewasa. Ga ada hukum mutlak, ga ada aturan baku yang bisa menjamin hasil akhir yang sempurna.

My point is... Orangtua juga harus belajar melepaskan anak.. Belajar percaya kalau anak itu bisa mengurus dirinya sendiri. Banyak contoh yang bisa gue temukan di sekeliling. Anak-anak usia SMA bahkan udah kuliah, tapi masih belum bisa apa-apa. Bisanya cuma belajar, ngerjain tugas atau peer, ngerjain ujian. Gitu-gitu aja. Tapi kalau disuruh mengambil keputusan, bergaul sama orang baru, atau bepergian sendiri ke luar rumah kemudian ga bisa apa-apa.

"Jamannya udah berubah Bren.. Sekarang udah ga seaman tahun 90an. Sekarang kriminalitas tinggi banget. Sebagai orangtua pasti waswas."

Well, kalau tentang kriminalitas, bukankah dimana aja bisa terjadi? Apakah kalau selalu ada di dekat orangtua bisa menjamin anaknya akan selalu aman? Kemudian sampai kapan orangtua mau melindungi si anak ini? Apakah orangtua juga akan selalu punya waktu 24/7 untuk menjaga si anak?

Really? Sure?

Come on..

Jumat, 19 Juni 2015

Menolak Rejeki, You Said?

Juni 2015. 5 bulan lagi menjelang hari H.

How’s the wedding preparation?”
“Mau honeymoon kemana?”
“Nanti abis nikah tinggal dimana?”
“Abis itu langsung punya anak?”
“Loh, kenapa ditunda-tunda? Ga baik loh menolak rejeki dari Tuhan?”

Urutan pertanyaan yang belakangan ini sering banget gue terima. Mulai dari yang normal sampai yang paling nyebelin, judgemental, dan sok ngatur. It is not that I do not like it when people care about me. But some people need to know the boundaries.

I do believe people have their own standards, their own values, and their own plan. I will roll with my plans, and so do you with your plans.

Our community used to think that it’s okay for them to intervene other people’s plans for the sake of “Maksud gue kan baik”, “Kami mau yang terbaik untuk kamu”, and so the list goes. But trust me people, your own standard of happiness do not always apply the same on other people. Someone can happily live his/her newly wed life in a small apartment rent in the center of Jakarta with the crazy traffic jam everyday, while some people live happily in the countryside, or some people need to travel around the world and go wanderlusting to find their happiness. See? It’s different, right?

And so with my plans. Trust me, my standard of “Live life happily ever after” with my husband to be could be very different with yours. Your plans might be: have a spectacular and elegant wedding party, go to EU for your honeymoon, three months after that you find out that you are pregnant (horray, congratulations!), breeding without calculating how are you going to feed them well  and yeah, whatever your plan is. 

But my fiance and I, we want to go to some places, certain beautiful places, which maybe you find it not beautiful at all. We want to do this and that, which i think it is not that important to share it here (trust me you don’t wanna know what’s the list). To make those plans come true, I need to manage many things. Including my breeding schedule.

Thank God, I have supportive parents who understand that me n my fiance want to do certain things before we finally have to settle down, lowering our pace, and preparing the newly born baby and all it’s fuss. Mom said, “Yang nanti akan bangun jam 2 pagi buat menyusui dan ganti popok itu kamu, bukan mami,” and, “Yang nanti harus beliin susu, ngasih makan, dan menyekolahkan itu kamu.”

So, ya, my mom understand it very well, that I am not ready enough to be a mother. That’s not my ultimate life goal. And if I am not ready yet, it is fine. Because you know, having a child is more than that. It is more than ‘rejeki dari Tuhan’, ‘bukti cinta’, ‘meneruskan keturunan’. Human and their narcissistic behaviour. 

Henry Manampiring, my favorite Om from #OmOmUnite, the writer of “Cinta Tidak Harus Mati”, said this, “Adakah yang dirugikan jika kamu tidak mau punya anak? Justru punya anak itu egois, karena memaksa seorang manusia untuk hadir di dunia ini padahal dia tidak memintanya. Apa enaknya sih lahir di dunia kejam dan tidak fair ini? Sekali lagi, seorang anak lahir di dunia karena ambisi orangtuanya, bukan atas permintaannya sendiri.”

He added, “Kalau kamu tidak bahagia dengan menikah atau punya anak, jangan dipaksakan hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Menikah dan punya anaklah karena kamu merasa siap dan merasa sukacita melakukannya.”

So, people, i would like to say thank you for your concern, but... really, tidak usah memaksakan cara pandang kamu mengenai kehidupan, pernikahan, bla bla bla ke semua orang, as if itu yang paling benar. We have different way.